Pernah gak kalian
dengar mengenai Sabda Palon atau tentang ramalannya? Katanya sih
denger-denger ramalannya itu bersangkutan dengan meletusnya Gunung
Merapi. Saya sendiri baru dapat cerita ini dari seorang teman saya, tadi
malam. Kemudian saya searching di Internet tentang siapa sih Sabda
Palon dan ramalannya itu… Sekarang saya mencoba untuk membagikan infonya
ke teman-teman.
Di sini tidak akan dipersoalkan siapa yang membuat karya-karya tersebut
untuk tidak menimbulkan banyak perdebatan. Karena penjelasan secara akal
penalaran amatlah rumit, namun dengan pendekatan spiritual dapatlah
ditarik benang merahnya yang akan membawa kepada satu titik terang. Dan
akhirnyapun dapat dicerna secara logika historis.
Siapakah Sabda Palon Itu ?
Sabdapalon adalah pandita dan penasehat Brawijaya V, penguasa terakhir
yang beragama Hindu dari kerajaan Majapahit di Jawa (memerintah tahun
1453 – 1478 )
Tidak diketahui apakah tokoh ini benar-benar ada, namun namanya
disebut-sebut dalam Serat Darmagandhul, suatu tembang macapat
kesusastraan Jawa Baru berbahasa Jawa ngoko. Dalam Serat tersebut,
disebutkan bahwa Sabdapalon tidak bisa menerima sewaktu Brawijaya
digulingkan pada tahun 1478 oleh tentara Demak dengan bantuan dari
Walisongo (walaupun pada umumnya dalam sumber-sumber sejarah dinyatakan
bahwa Brawijaya digulingkan oleh Girindrawardhana).
Ia lalu bersumpah akan kembali setelah 500 tahun, saat korupsi
merajalela dan bencana melanda, untuk menyapu Islam dari Jawa dan
mengembalikan kejayaan agama dan kebudayaan Hindu (dalam Darmagandhul,
agama orang Jawa disebut agama Buda). Serat Damarwulan dan Serat
Blambangan juga mengisahkan tokoh ini.
Pada tahun 1978, Gunung Semeru meletus dan membuat sebagian orang percaya atas ramalan Sabdapalon tersebut.
Tokoh Sabdapalon dihormati di kalangan revivalis Hindu di Jawa serta di
kalangan aliran tertentu penghayat kejawen. Patung untuk menghormatinya
dapat dijumpai di Candi Ceto, Jawa Tengah.
Sabdapalon seringkali dikaitkan dengan satu tokoh lain, Nayagenggong,
sesama penasehat Brawijaya V. Sebenarnya tidak jelas apakah kedua tokoh
ini orang yang sama atau berbeda. Ada yang berpendapat bahwa keduanya
merupakan penggambaran dua pribadi yang berbeda pada satu tokoh. Secara
hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang
menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha).
Dalam bait-bait terakhir ramalan Joyoboyo (1135–1157) Sabda Palon juga
disebut-sebut, yaitu bait 164 dan 173 yang menggambarkan tentang sosok
Putra Betara Indra (berhubungan dengan ramalan joyoboyo). Berikut isinya
:
…; mumpuni sakabehing laku; nugel tanah Jawa kaping pindho; ngerahake
jin setan; kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda; landhepe
triniji suci; bener, jejeg, jujur; kadherekake Sabdopalon lan
Noyogenggong.
Artinya : …..; menguasai seluruh ajaran (ngelmu); memotong tanah Jawa
kedua kali; mengerahkan jin dan setan; seluruh makhluk halus berada di
bawah perintahnya bersatu padu membantu manusia Jawa berpedoman pada
trisula weda; tajamnya tri tunggal nan suci; benar, lurus, jujur;
didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong.
nglurug tanpa bala; yen menang tan ngasorake liyan; para kawula padha
suka-suka; marga adiling pangeran wus teka; ratune nyembah kawula;
angagem trisula wedha; para pandhita hiya padha muja; hiya iku momongane
kaki Sabdopalon; sing wis adu wirang nanging kondhang; genaha kacetha
kanthi njingglang; nora ana wong ngresula kurang; hiya iku tandane
kalabendu wis minger; centi wektu jejering kalamukti; andayani indering
jagad raya; padha asung bhekti.
Artinya : menyerang tanpa pasukan; bila menang tak menghina yang lain;
rakyat bersuka ria; karena keadilan Yang Kuasa telah tiba; raja
menyembah rakyat; bersenjatakan trisula wedha; para pendeta juga pada
memuja; itulah asuhannya Sabdopalon; yang sudah menanggung malu tetapi
termasyhur; segalanya tampak terang benderang; tak ada yang mengeluh
kekurangan; itulah tanda zaman kalabendu telah usai; berganti zaman
penuh kemuliaan; memperkokoh tatanan jagad raya; semuanya menaruh rasa
hormat yang tinggi.
Selanjutnya, Sabda Palon lebih di kenal dengan sebutan Mbah Semar (Punokawan).
Mitologi Sabda Palon Titisan Shang Hyang Bhatara Ismaya
Mitologi ini sebenarnya memiliki makna bahwa para penguasa yang diasuh
(dimong) Sabda Palon itu merupakan penguasa yang memiliki “kedaulatan
spiritual”, yaitu penguasa yang Agung Binathara. Penguasa yang dipatuhi
oleh seluruh rakyatnya dan disegani oleh penguasa-penguasa negara lain.
Cerita yang banyak diyakini oleh para ahli kebatinan, tugas Sabda Palon
terakhir adalah ngemong Prabu Brawijaya di Majapahit. Sabda Palon
memilih berpisah dengan momongannya, karena Prabu Brawijaya pindah
agama, dari Agama Siwa-Buddha (campuran Jawa-Hindu-Buddha) menjadi Islam
yang datang dari Arab.
Dengan begitu, Prabu Brawijaya dianggap telah kehilangan kedaulatan
spiritual-nya. Sabda Palon memilih mengundurkan diri dari kedudukannya
sebagai pamong raja kemudian bertapa tidur di pusat kawah Gunung Merapi
selama 500 tahun.
Selama Sabda Palon bertapa itu, tanah Jawa tidak akan memiliki
kedaulatan lagi, serta tidak dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
Terbukti, bahwa sejak jaman Demak hingga Mataram Islam, para Sultan-nya
perlu memohon legitimasi kekuasaannya kepada ulama Mekah, sedang para
Sultan dari wilayah Sumatera dan Banten serta banyak lagi dari Indonesia
Timur, memohon legitimasinya dari Daulah Ottoman Turki.
Kesultanan Aceh, sebelum perang melawan Belanda, sebenarnya adalah salah
satu wilayah Kesultanan Turki itu. Setelah itu Jawa dan Nusantara
dijajah Belanda, Inggris dan Jepang.
Meskipun dapat dikaji seperti itu, tetapi sebaiknya cerita mitologi Jawa
tentang Sabda Palon itu jangan diartikan sebagai penolakan Jawa
terhadap Islam. Karena tidak ada ceritanya peradaban dan kebudayaan Jawa
itu menolak masuknya paham agama macam apa pun. Malah Jawa biasanya
dapat mendukung sehingga agama-agama yang masuk itu mencapai keemasannya
di tanah Jawa.
Tutunan Jawa tentang penyembahan pribadi kepada Yang Maha Kuasa
dibebaskan, terserah kepada pilihan masing-masing. Mau menyembah dengan
cara agama apa saja tidak akan pernah disalahkan. Pokoknya, paham dasar
yang harus dilaksanakan setiap manusia adalah ketika hidup bermasyarakat
bergaul dengan sesama makhluk Tuhan Yang Maha Agung, jenis apa pun.
Kewajibannya, setiap orang diharuskan ikut memperindah keindahan jagad
dengan cara memelihara dan melestarikan keselarasan (keharmonisan) antar
sesama makhluk, dan mejauhkan diri dari perselisihan.
Cerita Sabda Palon itu apa bila benar-benar di dalami sungguh-sungguh,
malah jelas menggambarkan kesalahan Prabu Brawijaya dalam mengelola
kedaulatan yang digenggamnya. Sebab Prabu Brawijaya yang kaya-raya dan
berkedudukan sebagai maharaja (diugung raja brana lan kuwasa) lupa
melaksanakan amanah kedaulatannya dengan benar.
Ceritanya, Prabu Brawijaya terakhir memiliki selir yang banyak sekali,
maka anaknya juga sangat banyak. Semua anak-anak itu lalu diberi
“kedudukan” mengurus pemerintahan negara Majapahit. Oleh sebab itu, raja
Majapahit lalu hilang kewibawaannya. Negara besar itu menjadi ringkih.
Akhirnya ketika para Bupati Pesisir membantu Demak berperang dengan
Majapahit, rakyat Majapahit tidak mau membela atau tidak ikut
mempertahankannya.
Sabda Palon, sebenarnya merupakan simbul atau personifikasi kesetiaan
rakyat kepada rajanya, kepada pemimpin negaranya atau kepada
pemerintahnya. Sabda Palon memilih pisah dari Prabu Brawijaya, berarti
rakyat sudah kehilangan kesetiaannya kepada raja Majapahit itu.
Istilahnya terjadi pembangkangan publik terhadap kepemimpinan Brawijaya,
tidak mau membela kerajaan ketika berperang melawan Demak dan
Bupati-bupati Pesisir.
Cerita itu disamarkan dengan pernyataan, bahwa Sabda Palon akan bertapa
tidur selama 500 tahun. Cerita itu juga memuat pengertian, bahwa 500
tahun setelah runtuhnya Majapahit, rakyat Jawa (Nusantara) akan tumbuh
kembali kesadarannya sebagai bangsa terjajah dan akan memiliki kesetiaan
kembali kepada pemimpin bangsanya. Munculnya rasa kebangsaan dan
kesetiaan terhadap tanah air itu digambarkan tidak dapat dibendung
seperti meletusnya Gunung Merapi
Ramalan Sabda Palon Yang Sudah Di Terjemahkan Dari Bahasa Jawa Kuno Ke Bahasa Indonesia.
1. Ingatlah kepada kisah lama yang ditulis di dalam buku babad tentang
negara Mojopahit. Waktu itu Sang Prabu Brawijaya mengadakan pertemuan
dengan Sunan Kalijaga didampingi oleh Punakawannya yang bernama Sabda
Palon Naya Genggong.
2. Prabu Brawijaya berkata lemah lembut kepada punakawannya:
“Sabda-Palon sekarang saya sudah menjadi Islam. Bagaimanakah kamu? Lebih
baik ikut Islam sekali, sebuah agama suci dan baik.”
3. Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu,
sebab saya ini raja serta pembesar Dah Hyang se tanah Jawa. Saya ini
yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris
kita harus berpisah.
4. Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang
Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti
agama Buda lagi, saya sebar seluruh tanah Jawa.
Kira-kira dari bait dibawah inilah, kejadian meletusnya gunung merapi
yang sebelumnya di sebutkan sebagai tempat bertapanya Sabda Palon di
sangkut pautkan…
5. Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan
jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belu saya
hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya
ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.
6. Lahar tersebut mengalir ke barat daya. Baunya tidak sedap. Itulah
pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda. Kelak
Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa
segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.
7. Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon
Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di
tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan
manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.
8. Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah
kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada
ditanganNya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada
yang membuatnya.
9. Bermacam-macam bahaya yang membuat tanah Jawa rusak. Orang yang
bekerja hasilnya tidak mencukupi. Para priyayi banyak yang susah
hatinya. Saudagar selalu menderita rugi. Orang bekerja hasilnya tidak
seberapa. Orang tanipun demikian juga. Penghasilannya banyak yang hilang
di hutan.
10. Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang menyerang. Kayupun
banyak yang hilang dicuri. Timbullah kerusakan hebat sebab orang
berebutan. Benar-benar rusak moral manusia. Bila hujan gerimis banyak
maling tapi siang hari banyak begal.
11. Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan.
Mereka tidak mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan
keroncongannya perut. Hal tersebut berjalan disusul datangnya musibah
pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa.
Bagaikan pagi sakit sorenya telah meninggal dunia.
12. Bahaya penyakit luar biasa. Di sana-sini banyak orang mati. Hujan
tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh
semuanya. Sungai meluap banjir sehingga bila dilihat persis lautan
pasang.
13. Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri.
Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa
sampai ke laut. Batu-batu besarpun terhanyut dengan gemuruh suaranya.
14. Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan
serta ke kiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang
meninggal sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur
tidak ada yang tertinggal sedikitpun.
15. Gempa bumi tujuh kali sehari, sehingga membuat susahnya manusia.
Tanahpun menganga. Muncullah brekasakan yang menyeret manusia ke dalam
tanah. Manusia-manusia mengaduh di sana-sini, banyak yang sakit.
Penyakitpun rupa-rupa. Banyak yang tidak dapat sembuh. Kebanyakan mereka
meninggal dunia.
16. Demikianlah kata-kata Sabda Palon yang segea menghilang sebentar
tidak tampak lagi diriya. Kembali ke alamnya. Prabu Brawijaya tertegun
sejenak. Sama sekali tidak dapat berbicara. Hatinya kecewa sekali dan
merasa salah. Namun bagaimana lagi, segala itu sudah menjadi kodrat yang
tidak mungkin diubahnya lagi.
Ramalan ini bukan hal yang baru lagi namun masih menyisakan tanya dan rasa penasaran.
Mari kita renungkan sesaat tentang kejadian meletusnya Gunung Merapi
pada tahun 2006, dimana untuk pertama kalinya ditetapkan tingkat
statusnya menjadi yang tertinggi : “Awas Merapi”.
Saat kejadian itu lahar merapi keluar bergerak ke arah “Barat Daya”.
Pada hari itu tanggal 13 Mei 2006 adalah malam bulan purnama bertepatan
dengan Hari Raya Waisyak (Budha) dan Hari Raya Kuningan (Hindu). Secara
hakekat nama “Sabdo Palon Noyo Genggong” adalah simbol dua satuan yang
menyatu, yaitu : Hindu – Budha (Syiwa Budha).
Di dalam Islam dua satuan ini dilambangkan dengan dua kalimat Syahadat.
Apabila angka tanggal, bulan dan tahun dijumlahkan, maka : 1 + 3 + 5 + 2
+ 6 = 17 ( 1 + 7 = 8 ).
Angka 17 kita kenal merupakan angka keramat. 17 merupakan jumlah raka’at
sholat lima waktu di dalam syari’at Islam. 17 juga merupakan lambang
hakekat dari “bumi sap pitu” dan “langit sap pitu” yang berasal dari
Yang Satu, Allah SWT.
Sedangkan angka 8 merupakan lambang delapan penjuru mata angin. Di Bali
hal ini dilambangkan dengan apa yang kita kenal dengan “Sad Kahyangan
Jagad”. Artinya dalam kejadian ini delapan kekuatan dewa-dewa menyatu,
menyambut dan menghantarkan Sang Hyang Ismoyo (Sabdo Palon) untuk turun
ke bumi. Di dalam kawruh Jawa, Sang Hyang Ismoyo adalah sosok dewa yang
dihormati oleh seluruh dewa-dewa. Dan gunung Merapi di sini melambangkan
hakekat tempat atau sarana turunnya dewa ke bumi (menitis).
Semoga dari apa yang telah saya bagikan, saya dapatkan dari berbagai
sumber mengenai ramalan Sabda Palon ini, mudah-mudahan membawa banyak
manfaat bagi kita semua, terutama hikmah yang tersirat dari
wasiat-wasiat nenek moyang kita, para leluhur Nusantara. Menjadi harapan
kita bersama di tengah keadaan negeri yang morat marit ini akan datang
cahaya terang di depan kita. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar